Rabu, 23 Juli 2014

Jatuhnya Pesawat Uruguay Force Flight di Andes "Bertahan Hidup Dan Menjadi Kanibal"

Banyak sekarang kita mendapat berita tentang terjatuhnya pesawat dan jarang sekali meninggalkan penumpang yang masih hidup. yang kita ketahui jika dengan jatuhnya pesawat semua orang hanya akan berharap kep[ada mukjizat.
seperti kasus terakhir yang kita ketahui pesawat dari malaysia MH 70 dan MH 17 yang sama sekali tidak menyisakan korban selamat.

tetapi ada satu tragedi kecelakaan pesawat yang meninggalkan korban selamat walau memaksa keadaan hingga mereka menjadi kanibal.


jatuhnya pesawat Uruguay Force di pegunungan Andes pada tahun 1972. Demi bertahan hidup penumpangnya terpaksa memakan mayat teman-temannya. Dan itu terjadi selama 72 hari sampai akhirnya mereka berhasil ditemukan.


Inilah kasus kanibalisme paling terkenal dalam sejarah, terjadi di pegunungan Chili, Andes—perbatasan Argentina-Chilli– pada musim dingin tahun 1972. Peristiwa ini bermula dengan jatuhnya pesawat carteran Uruguay Air Force Flight 571 yang membawa 45 orang penumpang, termasuk di dalamnya tim rugby dan keluarganya, di pegunungan Chili, Andes, 13 Oktober 1972.
Dari kecelakaan itu, 29 penumpang berhasil selamat, namun medan yang berat membuat satu demi satu korban berjatuhan. Delapan orang tewas tertimbun longsoran salju, beberapa lainnya menyusul ke alam baka karena berbagai sebab, di antaranya, suhu yang luar biasa dingin dan cidera. Praktis yang tersisa hanya 16 orang, mereka berhasil di selamatkan pada 23 Desember 1972.

Itupun, setelah mereka sendiri berjuang mencari bantuan, karena operasi penyelamatan telah dihentikan jauh-jauh hari. Pemerintah setempat sudah menganggap mereka sebagai korban hilang yang tak ditemukan, sampai akhirnya para korban itu datang sendiri melaporkan lokasi mereka. Luar biasa!!!
Bayangkan, berada di ketinggian 3.600 meter di atas permukaan laut pada saat musim dingin sedang hebat-hebatnya. Salju yang turun deras, nyaris membekukan semuanya. Nah, para korban ini, hanya memakai pakaian seadanya, tidak ada makanan, siapapun tak bisa berpikir normal. Bagaimana caranya bertahan hidup, survive, itulah satu-satunya yang ada dalam pikiran mereka.

Dan, satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah dengan memakan teman-teman mereka yang telah tewas. Ini bukan keputusan mudah, bahkan terlalu berat, tapi harus dilakukan jika ingin hidup. Biasanya, dalam keadaan terjepit seperti itu, orang baru mengerti betapa berharganya sebuah kehidupan. Dan mereka berjuang untuk mempertahankannya, apapun caranya.
Yang menyakitkan, lewat radio mereka memonitor kalau upaya pencarian mereka dihentikan karena lokasi kecelakaan tidak ditemukan. Operasi penyelamatan mereka dihentikan setelah delapan hari pencarian, atau 11 hari mereka jatuh di gunung. Pihak berwenang menganggap semua korban pasti tidak ada yang selamat. Bisa dimaklumi, lokasi pengunungan itu sangat sulit diakses, sementara dari udara terlihat semua berwarna putih karena tertutup salju. Celakanya, pesawat itu pun berwarna putih.

Persisnya, 72 hari mereka survive sebelum akhirnya ditemukan tim SAR. Itupun setelah dua orang dari korban, Nando Parrado dan Roberto Canessa, berjuang mencari bantuan. Mereka menuruni pegunungan, mencari jalan menuju ‘kehidupan’. Selama 12 hari keduanya menempuh jalan sulit, penduduk setempat, Sergio Katalan, menemukan mereka. Endingnya, semua korban (16 orang) dibawa ke rumah sakit Santiago dan dirawat karena menderita penyakit ketinggian , dehidrasi , radang dingin , patah tulang, kudis dan gizi buruk.
Pengalaman luar biasa ini, difilmkan pada tahun 1993, dan sejak itu menjadi salah satu kisah ajaib paling terkenal sepanjang masa. Tahun 2006 lalu, Nando Parrado, salah seorang selamat, membukukan pengalamnya yang dramatis itu dalam buku berjudul Miracle in the Andes: 72 Days on the Mountain and My Long Trek Home.
(Kalau mau lebih rinci baca kisah ini bisa klik di sini: http://en.wikipedia.org/wiki/Uruguayan_Air_Force_Flight_571)









Selasa, 22 Juli 2014

catatan Soe Hok Gie "puisi , pecinta alam , seorang demonstran"

seorang Soe Hok Gie


"berbagi waktu dengan alam kau akan tau siapa dirimu sebenarnya"




Soe Hok Gie (17 Desember 1942–16 Desember 1969) adalah salah seorang aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962–1969.
Soe Hok Gie menamatkan pendidikan SMA di Kolese Kanisius. Nama Soe Hok Gie adalah dialek Hokkian dari namanya Su Fu-yi dalam bahasa Mandarin (Hanzi: 蘇福義). Leluhur Soe Hok Gie sendiri adalah berasal dari Provinsi Hainan, Republik Rakyat Cina.
Ia adalah seorang anak muda yang berpendirian yang teguh dalam memegang prinsipnya dan rajin mendokumentasikan perjalanan hidupnya dalam buku harian. Buku hariannya kemudian diterbitkan dengan judul Catatan Seorang Demonstran (1983).



Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan. Dia adik kandung Arief Budiman atau Soe Hok Djin, dosen Universitas Kristen Satya Wacana yang juga dikenal vokal dan sekarang berdomisili di Australia.
Hok Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35 karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan (Bentang, 1995).
Catatan Seorang Demonstran
Juga skripsi sarjana mudanya perihal Sarekat Islam Semarang, tahun 1999 diterbitkan Yayasan Bentang dengan judul Di Bawah Lentera Merah. Sebelumnya, skripsi S1-nya yang mengulas soal pemberontakan PKI di Madiun, juga sudah dibukukan dengan judul Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (Bentang, 1997).
Sebagai bagian dari aktivitas gerakan, Soe Hok Gie juga sempat terlibat sebagai staf redaksi Mahasiswa Indonesia, sebuah koran mingguan yang diterbitkan oleh mahasiswa angkatan 66 di Bandung untuk mengkritik pemerintahan Orde Lama. Berikut adalah puisi-puisinya:




MANDALAWANGI – PANGRANGO
Senja ini, ketika matahari turun kedalam jurang2mu
aku datang kembali
kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu
walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
dan aku terima kau dalam keberadaanmu
seperti kau terima daku
aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
hutanmu adalah misteri segala
cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta
malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua
“hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya “tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
‘terimalah dan hadapilah
dan antara ransel2 kosong dan api unggun yang membara
aku terima ini semua
melampaui batas2 hutanmu, melampaui batas2 jurangmu
aku cinta padamu Pangrango
karena aku cinta pada keberanian hidup
Jakarta 19-7-1966
====================================================
“Disana, di Istana sana, Sang Paduka Yang Mulia Presiden tengah bersenda gurau dengan isteri-isterinya. Dua ratus meter dari Istana, aku bertemu si miskin yang tengah makan kulit mangga. Aku besertamu orang-orang malang…” – Soe Hok Gie



SEBUAH TANYA
“akhirnya semua akan tiba
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”
(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”
(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)
“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta?”
(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)
“manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”
Selasa, 1 April 1969
====================================================
PESAN
Hari ini aku lihat kembali
Wajah-wajah halus yang keras
Yang berbicara tentang kemerdekaaan
Dan demokrasi
Dan bercita-cita
Menggulingkan tiran
Aku mengenali mereka
yang tanpa tentara
mau berperang melawan diktator
dan yang tanpa uang
mau memberantas korupsi
Kawan-kawan
Kuberikan padamu cintaku
Dan maukah kau berjabat tangan
Selalu dalam hidup ini?
Harian Sinar Harapan 18 Agustus 1973


====================================================
ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke mekkah
ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di miraza
tapi aku ingin habiskan waktuku di sisimu sayangku
bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah mendala wangi
ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danang
ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra
tapi aku ingin mati di sisimu sayangku
setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
tentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu
mari, sini sayangku
kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku
tegakklah ke langit atau awan mendung
kita tak pernah menanamkan apa-apa,
kita takkan pernah kehilangan apa-apa”
(Catatan Seorang Demonstran, Selasa, 11 November 1969)
Akhir perjalanan Soe:
15 Desember 1969, Soe Hok Gie bersama kawan-kawannya Herman Lantang, Abdul Rahman, Idhan Lubis, Aristides Katoppo, Rudy Badil, Freddy Lasut, Anton Wiyana berangkat menuju Puncak Semeru melalui kawasan Tengger. Soe Hok Gie ingin bisa merayakan ulang tahunnya yang ke 27 di atap tertinggi Pulau Jawa tersebut. Tanggal 16 Desember, di tengah angin kencang di ketinggian 3.676 meter (dari atas permukaan laut), Hok Gie, Idhan, Rahman terserang gas beracun. Hok Gie dan Idhan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan dan nyawa mereka tidak sempat tertolong.


puisi sejuta naskah tak berguna

sejuta naskah tak berguna


kecewa berdosa
miliki hati yang kau punya
semua sudah membusuk
terus menusuk


persetan dengan semua ucapanmu
persetan dengan semua kata katamu
kau bukanlah orang yang ku kenal dulu
kalian bukanlah orang yang dulu
dan aku sudah tak mau menjadi orang yang dulu
karena ku tahu semua perkataan kalian itu
layaknya naskah tak berlaku

singkirkan semua rencana
singkirkan wajah
singkirkan kata dari dusta
ku anggap busuk semua

kalian tau aku di sini
kalian paham aku di sini


kekang senjatamu
terkamlah aku dari sisi belakangku
dan kau jilat semua ludah yang kau cerca
lihat naskah yang kau kata

kau,kalian,aku
sudah bukan satu
rasa kecewa ku
cukup sudah
sejuta naskah tak berlaku

aku akan asingkan tubuhku dari kalian
BANGSAT!!!!!





Senin, 21 Juli 2014

Aku Jiwa Palang Merah Dan BIMAPALA UIB

Aku Jiwa Palang Merah Dan BIMAPALA UIB

Aku Alamsyah di sini aku akan menceritakan tentang bagaimana aku bisa kenal dengan BIMAPALA UIB. Semua berawal dari aku yang ingin melanjutkan hobi organisasi ku di bidang kemanusiaan , kebetulan pada waktu sekolah di SMK N 4 JAMBI dulu aku aktir di dunia kepalang merahan berawal dari PMR, Menjadi ketua PMR, Menjadi Sekretaris FORPIS(Forum Remaja Palang Merah Indonesia) kota jambi hingga menjadi pasukan Evakuasi FORPIS kota Jambi.

 Dokumentasi Diklat FORPIS Jambi



 dokumentasi sewaktu aku sebagai ketua kontingen berhasil membawa kontingen Jambi menang sebagai juara umum jumbara PMR Se-Provinsi Jambi


 Dokumentasi waktu rapat luar biasa FORPIS Kota Jambi




dokumentasi sewaktu menjadi relawan kebakaran kampung pulau pandan Jambi yang membakar 300 rumah tepat pada saat idul fitri hari ke-2.

masa masa masih di PMI

Dari awal masuk organisasi ini aku sudah di didik untuk netral dan jgn pernah memihak sesuai prinsip dasar gerakan palang merah.
setelah aku meyakinkan diriku bahwa jiwaku disini bersama relawan relawan palang merah lainnya, aku terlalu menikmati keadaan sampai akhirnya aku sadar kalau aku sudah hampir lulus dari tempatku sekolah aku harus bekerja setelah lulus nanti karena tak mungkin aku bisa menjalankan palang merah sepenuhnya.

transisi

yah ...
di detik detik menjalankan sekolah kelas 3 ku aku yang sudah memastikan akan bekerja setelah lulus SMK akhirnya Galau...

Kenapa?

karena ada mimpi baru keinginan untuk melanjutkan pendidikan ku tiba ketika tim dari UNIVERSITAS INTERNASIONAL BATAM
datang ke SMKN 4 JAMBI
menawarkan beasiswa kepada anak2 jurusan Akomodasi Perhotelan.


Ibu suzanna dari UIB waktu itu meyakinkan kalau aku bisa kuliah dengan semua prestasiku sekarang,
singkat cerita aku daftar untuk mendapatkan beasiswa dengan prestasiku.

menunggu...

setelah menunggu akhirnya aku dapat kabar bahwa aku lulus untuk menjalankan studi di D3 Manajemen Perhotelan UNIVERSITAS INTERNASIONAL BATAM.

dan singkat cerita aku datang ke Batam Untuk melanjutkan studi dan bertekad membawa diri kepada dunia kemanusiaan.

betapa terkejutnya aku karena untuk mendirikan satu buah UKM bernama KORS SUKARELAWAN PMI di UIB begitu sulitnya karena tidak ada peminat selama satu semester aku terus berusaha mendirikan UKM KSR yang merupakan tingkat atasan dari PMR yah semuanya gagal...
aku yang kebetulan dekat dengan dosen kitchen ku bapak Yudy Sunantri


beliau yang bilang kalau jiwa kemanusiaan dan relawan itu tetap bisa diteruskan dari pada aku terus kecewa dengan diriku

"berbagi waktu dengan alam kau akan tau siapa dirimu sebenaranya"

dan dia bercerita kalau dia adalah anggota MAPALA (Mahasiswa Pecinta Alam) dulu semasa beliau kuliah di AMPTA saya semakin tertarik dengan semua cerita beliau dan akhirnya berkata kalau saya mau mendirikan MAPALA sebagai ganti dari kegagalan saya mendirikan KSR
disini aku berpikir aku bisa meneruskan jiwa relawanku.

Yah akhirnya saya di ajak bicara duduk bersama bapak Wisnu Kurniawan , bapak Broto Hartanto , dan bapak Heri Widyatmoko.
 Bpk Broto
 Bpk Heri
Bpk Wisnu
mereka yang mendukung berdirinya Organisasi Pecinta Alam di Kampus Universitas Internasional Batam


yah dengan adanya dukungan ini aku mengumpulkan semua mahasiswa yang berminat bergabung untuk membuat Organisasi Pecinta Alam

aku coba temui satu persatu mahasiswa teman teman yang paling dekat ampe yg cuman kenal aja aku juga masuk lewat facebook forum yang dimiliki mahasiswa UNIVERSITAS INTERNASIONAL BATAM
Mendapat pasukan untuk mendirikan UKM MAPALA

Selanjutnya adalah perjuangan pembentukan MAPALA ini hingga menjadi bernama BIMAPALA UIB


"bersambung"




Translate